Mediapublik.press (Index) - Oleh : Nafisatul Ainiyah Srak .. srak .. srak ..
Di senja hari Pak Anto memangkas hampir seluruh ujung dahan pohon mangga di halaman depan rumahnya. Ali anak dari Pak Anto terlihat berlari dengan cepat menuju halamannya sambil terisak.
Ali : “Pak, kenapa mangga Ali di pangkas? Nanti pohon mangga Ali mati bagaimana Pak?” suara terbata bersama isaknya
Pak Anto : “Tidak nak. Tidak semua bagian dahannya Bapak pangkas. Yang terlalu rimbun saja yang Bapak pangkas. Supaya bisa berbuah banyak.”
Ali : ”Bagaimana bisa berbuah banyak jika dahannya banyak yang Bapak pangkas? Bapak tega!!”
Pak Anto : ”Lihatlah nanti nak, kau bisa belajar dari Pohon mangga ini.”
Ali : ”Bapak jahat. Lihat pohon mangga Ali menangis! Cukup mangga Ali yang ini saja Bapak pangkas yang di halaman belakang jangan Pak. Ali mohon.” melihat getah yang banyak mengalir berhasil menganbil empati Ali menambah isak tangisnya
Pak Anto : “Baiklah.” Sambil tersenyum
Setelah beberapa bulan Ali melihat perbedaan yang sangat signifikan. Pohon mangga Ali yang di halaman depan rumah berbuah dengan lebat di bandingkan dengan pohon mangga yang berada di belakang rumah.
Memang tidak akan mudah jika kita kembalikan posisi pohon mangga dengan kita. Jika saja pohon mangga bisa berbicara dia akan berkata “Aku selalu di pangkas terlebih dahulu agar buahku lebat. Aku harus membalas dengan buah-buahku tiap kali ku terima lemparan batu-batu yang tidak sedikit meleset ke tubuhku.”
Sekilas jika kita melihat hal yang dilakukan oleh Pak Anto mungkin salah. Memangkas dahan-dahan rimbun subur. Tapi pada saat musim berbuah pada nyatanya pohon mangga justru akan lebih banyak berbunga dan berbuah pada dahan-dahan yang telah terpangkas.
Dari ucapan pohon mangga yang mungkin saja kita bisa dengar. Kita bisa mengambil iktisar yaitu kita sebagai manusia lebih sering mengeluh ketika kesusahan mencapai suatu tujuan, kita lebih sering pesimis dengan ribuan rintangan menghalang di tiap ujung mata memandang. Kenapa tidak kita jadikan itu sebagai motivasi? Dan mengubah pesimis kita menjadi optimis pada tiap kesusahan, kegagalan dan rintangan adalah pupuk terbaik yang menjadi ribuan citra rasa dari buah kesuksesan kita?
Jadilah pohon mangga yang selalu sabar dan membalas tiap kejahatan dengan kebaikan. Tiap-tiap lembaran batu yang kerap kali tidak tepat sasaran, dan hantaman batu-batu dengan kekuatan yang cukup besar sudah mampu membentuk luka di pohon itu bukan? Dan jangan pernah menjadi seperti batu, selalu menjadi benda yang di butuhkan saat hasrat si pelempar menginginkan buah mangga namun selalu dicampakkan, dan diinjak ketika buah mangga itu berhasil jatuh. Bahkan ketika batu menghilang apakah si pelempar akan mencari?. Padahal sebelum mangga itu jatuh batu dicari dan diayunkan dengan tenaga besar bukan? (Nafisatul)
Copy
0 comments:
Post a Comment