Pemerintah Impor Jagung, Petani Galau


Mediapublik.press (Index) - Oleh: Siti Fatimah   Ketika berkunjung ke Gorontalo, sempatkanlah diri anda untuk mengunjungi pelabuhan barang Gorontalo. Di sana anda akan menemukan container-container besar pengangkut barang-barang impor. Barang-barang tersebut di datangkan dari berbagai daerah bahkan dari berbagai negara. Impor barang tentu bukan hal yang aneh bagi sebuah negara atau daerah. Namun, saya tidak berbicara mengenai barang-barang impor yang berbagai jenis tersebut, terlebih lagi mengenai masalah pelabuhan Gorontalo. 

Aktivitas di pelabuhan barang Gorontalo memang sama halnya dengan pelabuhan di daerah lain. Tapi ada yang aneh, di antara banyaknya jenis barang impor yang didatangkan di Gorontalo, muncul salah satu barang atau lebih tepatnya hasil bumi yang juga dapat ditemukan di Gorontalo, bahkan dalam jumlah besar sekalipun, anda tetap akan dapat membeli. Jika demikian, mengapa barang tersebut harus diimpor? 

Pertanyaan demi pertanyaan muncul di benak saya. Anda tentu tahu barang apa yang saya maksud. Barang itu atau lebih tepatnya hasil bumi tersebut adalah jagung. Ya jagung yang merupakan komoditas lokal Gorontalo. Jagung juga merupakan komoditas andalan di provinsi Gorontalo. 

Mengapa harus impor jika jagung banyak ditemukan di Gorontalo. Hal itu juga yang saya pikirkan. Apakah kualitas jagung Gorontalo tidak cukup baik jika disandingkan dengan jagung impor? Entahlah. Saya pun belum mengerti kebijakan pemerintah yang satu ini. Impor jagung sendiri dinilai menyiksa petani jagung lokal di Gorontalo. Mengapa saya katakan demikian? Hal ini karena petani lokal yang seharusnya mendapatkan lebih banyak pendapatan ketika panen jagung justru menelan pahit ampas dari kebijakan tersebut. 

Mereka mengeluh, harga jagung lokal menjadi murah karena bertanding dengan harga jagung impor. Sebagaimana yang dilansir oleh Rebublika Online, salah seorang petani mengungkapkan “Akibat pasar jagung yang rusak karena ada kegiatan impor, pengusaha mengambil untung besar dengan mengorbankan petani. Pengusaha membeli jagung di tingkat petani dengan harga rendah agar ketika dijual lagi bisa menutupi besarnya biaya operasional 

Jika melihat hal demikian, saya tak habis pikir mengapa pemerintah pusat tetap melakukan impor jagung. Padahal jika dibandingkan dengan biaya impor dan biaya pemeliharaan jagung lokal, tentu impor jauh lebih mahal. Pemerintah harus lebih selektif jika memilih jenis barang atau komoditas yang akan diimpor. Dalam hal ini, saya tidak serta merta menyalahkan pemerintah untuk melakukan impor. Tapi, impor barang juga merupakan bagian dari kegiatan perekonomian. Hakikat ekonomi yang sesungguhnya, selain ekonomi itu berbicara mengenai pemerintah, konsumen, dan produsen. Ekonomi juga harus rasional. 

Kerasionalan ekonomi bukan hanya dinilai dari bagaimana pemerintah, produsen maupun konsumen memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan. Ekonomi yang ada sejatinya harus mampu menyejahterakan rakyat dan berkemanusiaan. Berkemanusiaan yang saya maksud dalam hal ini adalah saat kebijakkan ekonomi diterapkan pemerintah harus mampu mengayomi seluruh lapisan masyarakat, baik kalangan atas, kecil dan menengah. 

 Kebijakan impor jagung yang dilakukkan pemerintah pusat, selain menjatuhkan harga jagung lokal, khususnya jagung lokal Gorontalo. Kebijakan tersebut juga dinilai merugikan banyak pihak, terutama para pelaku bisnis atau pengusaha lokal. Banyak pengusaha lokal mengeluhkan impor jagung yang berdampak pada membengkaknya biaya operasional. Ketika jagung-jagung impor berdatangan di pelabuhan. Container-container yang berisi jagung lokal yang siap didistribusikan ke seluruh Indonesia mengalami penundaan. Mereka terpaksa dinomorduakan karena truk-truk pengangkut barang telah digunakan untuk mengangkut jangung-jangun impor. Akhirnya, mereka harus menginap beberapa di pelabuhan. 

Ketika Container-container itu masih menginap di pelabuhan, biaya penyewaan yang bertambah harus dibayar oleh para pengusaha. Hal demikian tentunya menambah pembengkakan biaya operasional. Sungguh ironis, kota yang dijuluki sebagai “Penghasil Jagung” justru mengimpor jagung. Disadari ataupun tidak, semakin menjamurnya jagung impor di Gorontalo akan melemahkan perekonomian Gorontalo, khususnya pada sektor perkebunan. 

Oleh karena itu, pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan mengenai impor jagung. Karena tanpa melakukan impor sekalipun, jagung di Gorontalo sudah cukup banyak, yang perlu dilakukan adalah bagaimana pemerintah mengupayakan untuk meningkatkan kualitas jagung lokal agar tidak kalah saing dengan jagung impor. Akhirnya, pemerintah tak perlu melakukan impor, sehingga petani lokal dan para pengusaha jagung tidak harus bingung untuk menjual hasil perkebunan mereka. (fatimah)

Copy

MEDIA PUBLIK

Media Cerdas Bangsa
    Facebook Comment
    Google Comment